Masa remaja sering disebut sebagai masa “pencarian jati diri.” Di periode ini, anak mengalami perubahan besar dalam hal fisik, emosi, hingga cara berpikir. Tidak jarang, perubahan itu membuat hubungan antara orangtua dan anak terasa penuh dinamika. Orangtua ingin yang terbaik, sementara remaja ingin dimengerti dua hal yang seringkali berbenturan.
Menurut World Health Organization (WHO), masa remaja adalah periode paling rentan munculnya konflik dalam keluarga, karena remaja sedang membangun identitas dan kemandirian mereka (WHO, Adolescent Health). Sementara itu, UNICEF menegaskan bahwa remaja yang merasa didengar dan dipahami oleh orangtua cenderung lebih sehat secara mental dan mampu mengambil keputusan dengan lebih baik (UNICEF Parenting Hub) UNICEF Parenting Hub.
Kedua temuan ini menunjukkan satu hal: komunikasi yang baik antara orangtua dan anak remaja bukanlah sekadar pelengkap, tetapi sebuah kebutuhan.
Banyak keluarga yang mengalami konflik bukan karena persoalan besar, melainkan karena cara komunikasi yang kurang tepat. Misalnya, saat anak pulang larut tanpa kabar, orangtua sering kali langsung menegur dengan nada tinggi: “Kenapa pulang jam segini?!”. Dari sisi orangtua, ini adalah bentuk kepedulian. Namun dari sisi remaja, teguran itu bisa terasa seperti serangan atau tuduhan.
Inilah yang membuat konflik semakin rumit. Anak merasa tidak dipercaya, orangtua merasa tidak dihargai. Padahal, niat awalnya baik: orangtua ingin anak aman, anak ingin dipercaya. Yang menjadi penghalang bukanlah maksud, tetapi cara penyampaiannya.
Sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of Family Communication bahkan menemukan bahwa remaja yang sering menerima respon reaktif dari orangtua (marah, menyalahkan, menghakimi) cenderung mengalami stres lebih tinggi dan lebih sulit membuka diri. Sebaliknya, remaja yang mendapat respon komunikatif (mendengarkan, mengajak bicara, berdiskusi) lebih mudah membangun kedekatan emosional dengan orangtua.
Dari Reaktif ke Komunikatif: Perubahan yang Dibutuhkan
Psikolog keluarga menyebut bahwa salah satu kunci penting dalam mengurangi konflik adalah kemampuan orangtua untuk berhenti sejenak sebelum bereaksi. Ini mungkin terdengar sederhana, tetapi justru di momen singkat itu orangtua bisa memilih: apakah akan melampiaskan emosi, atau mengambil napas dan mencoba mendengarkan dulu.
Beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan antara lain:
- Berhenti sebelum bereaksi
Saat muncul keinginan untuk langsung menegur atau marah, beri jeda. Tarik napas dalam, tenangkan diri, lalu pilih kata yang lebih membangun. - Mendengarkan aktif
Biarkan anak menceritakan apa yang mereka rasakan. Tunjukkan perhatian dengan bahasa tubuh: menatap, mengangguk, atau menanggapi dengan kalimat singkat seperti “Ibu dengar, Nak.” - Gunakan bahasa positif
Ganti kalimat yang menyalahkan dengan ajakan. Misalnya, daripada berkata “Kamu selalu malas!”, coba ubah menjadi “Ayo kita cari cara supaya kamu bisa lebih semangat belajar.” - Libatkan anak dalam mencari solusi
Diskusikan konsekuensi bersama. Ketika anak ikut menentukan, mereka lebih merasa bertanggung jawab.
Dengan komunikasi yang lebih komunikatif, rumah bisa menjadi tempat yang aman untuk anak bercerita, bukan arena pertempuran setiap kali ada masalah.

Public Training Parenting Series Borwita
Melihat betapa pentingnya topik ini, Borwita Citra Prima, Distributor FMCG Indonesia, mengadakan Public Training Parenting Series dengan tema “Butuh Dimengerti Bukan Dimarahi: Kunci Komunikasi Efektif Orangtua Kepada Remaja.” Difasilitasi oleh Shandy Jessica, seorang Parent Mentor & Founder @themindfulnest.id, training ini diikuti oleh ratusan karyawan Borwita dan menghadirkan pembahasan seputar:
- Bagaimana memahami masalah serta pemicu konflik dalam keluarga.
- Transformasi pola komunikasi dari reaktif menjadi komunikatif.
- Strategi praktis membangun harmoni di rumah.
Bagi karyawan yang hadir, sesi ini menjadi ruang refleksi sekaligus pembekalan praktis untuk menghadapi tantangan komunikasi dengan remaja di rumah.
Borwita Citra Prima percaya bahwa karyawan yang bahagia di rumah akan lebih berdaya di tempat kerja. Karena itu, kepedulian Borwita tidak berhenti hanya pada pengembangan profesional, tetapi juga merambah ke kehidupan personal, termasuk keluarga.
Sebagai Distributor FMCG Indonesia dengan jangkauan luas, pelayanan profesional, dan jaringan modern di seluruh negeri, Borwita memahami bahwa membangun bisnis yang berkelanjutan juga berarti mendukung kesejahteraan orang-orang di baliknya. Program seperti Parenting Series adalah wujud nyata dari komitmen tersebut mendampingi karyawan tidak hanya sebagai pekerja, tetapi juga sebagai orangtua, pasangan, dan anggota keluarga.